Thalita Mountain Resort, Puncak Jawa Barat, Merupakan Salah Satu Eco-Building di Indonesia


Thalita Resort telah menerapkan ekologi pada kawasan agrowisatanya, khususnya dilihat dari segi ilmu arsitektur. Material yang banyak dipakai merupakan jenis material yang dapat dikembalikan kembali pada lingkungan. Dilihat dari segi pencahayaan dan pengudaraan ruangannya memang mengarah pada alam, dengan letak orientasi bangunan yang dominan menghadap selatan menjadi pusat view melihat pemandangan dan juga bangunan yang menghadap selatan merupakan kemampuan yang paling baik dalam menahan panas.


Material Bangunan
Material bahan bangunan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diteliti tingkat ke eko-arsitekturannya karena sangat berpengaruh dengan lingkungan sekitarnya yang dapat dipandang sebagai suatu keindahan dan dapat memberikan citra dan langgam terhadap bangunan. Material bahan bangunan yang dikatakan sehat memiliki 3 faktor penting diantaranya pengaruh waktu, pengaruh energi, dan pengaruh penyegaran udara.

Gambar  6 penerapan batu alam
Sumber : irma Ramadhania, 2013
Pada bagian kolom bangunan terlihat tempelan batu alam sebagai aksen salah satu material yang terlihat pada bangunan tersebut. Dengan dinding bata merah finishing cat berwarna cream serta kayu yg terlihat sebagai tritisan dan plafon tripleks ekspos yang terlihat pada bagian atap bangunannya.


Gambar 7 Pemakaian elemen kayu
Sumber gambar : irma ramadhania, 2013
Pada bagian dinding bangunan salah satu resort  yang ada memperlihatkan kayu kelapa  ekspos finishing ultran vernis sehingga terlihat warna  kayu mengkilap dan tua. Penerapan material kayu ini pun dapat dilihat bagian  atap bangunan secara ekspos tepatnya dijadikan atap kuda-kuda. Kuda-kuda atap banyak yang menggunakan kayu jati, pemakaian material jenis ini karena telah mempertimbangkan keawetan serta kekuatan bahan dari jenis kayu jati tersebut.

Gambar 8 Pemakaian atap jerami
Sumber gambar : irma ramadhania, 2013

Pada bagian atap ekspos ada salah satu bangunan yang atapnya menggunakan jerami. Jerami berwarna coklat muda. Atap jerami sering disebut sebagai atap alang-alang.. Ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh jika kita menggunakan jenis atap ini, yaitu :
1.      Atap ini sangat ramah lingkungan dikarenakan menghasilkan 0% limbah.
2.      dapat menyerap dan menyimpan panas dari sinar matahari. Malamnya, udara panas inilah yang digunakan untuk menghangatkan bangunan.
3.      Keseluruhan sampah pasca pemakaiannya dapat dikembalikan ke alam menjadi sampah organik



Gambar 9 Pemakaian material untuk dinding eksterior dan interior
Sumber gambar : irma ramadhania, 2013

Batu bata merah dipalikasikan pada dinding. Perbedaan warna yang unik membuat dinding lebih terlihat indah. Pengeksposan batu bata merah ini bertujuan untuk menimbulkan nuansa alami/natural, tegas, dan sejuk. Keuntungannya:
1.      terbuat dari tanah liat yang dibakar sampai berwarna kemerah merahan.
2.      memiliki daya kuat tekan.
3.      Mempunyai ukuran, kuat tekan dan daya serap air yang dipersyaratkan.
Selain batu bata ekspos, material dinding yang dipakai adalah batu kali. Dibeberapa bagian bangunan ada yang menggunakan jenis dinding ini. Dinding yang dipasangi oleh batu kali memiliki Keuntungannya:
1.      Bersifat kuat.
2.      Memiliki sudut yang berbeda-beda.
3.      Berwarna abu-abu, atau kecoklat-coklatan.

Dilihat dari material eksteriornya, bangunan Talita Mountain Resort memang menerapkan beberapa material bahan bangunan yang bersifat ekologis yang sesuai dengan tujuan awal yaitu eko-arsitektur. Karena wilayah Talita Mountain Resort sendiri terletak dikawasan daerah pegunungan, maka material eksterior bahan bangunan sangat berpengaruh dengan iklim kelembapan yang akan mempengaruhi usia material tersebut. Pemilihan material-material yang telah diuraikan tadi terdiri dari beberapa material yang tepat untuk digunakan pada kawasan ini, karena dengan material-material tersebut berfungsi sebagai estetika untuk pengaruh interior pada bangunan. Selain itu, diantaranya berfungsi untuk memberikan kehangatan pada ruangan, khususnya pada bangunan yang bermaterialkan kayu, seperti kayu kelapa, kayu jati, dan bambu. Ada beberapa hal positif dalam menggunakan material kayu , antara lain kuat, berusia tahan lama (tergantung jenis kayunya bagaimana), daya tahan listrik dan bahan kiminya cukup baik, dan ramah lingkungan. Namun ada pula dampak negatifnya, diantaranya mudah terbakar, perawatan yang ekstra, terserang jamur dan serangga.

Pencahayaan dan Warna
Pencahayaan matahari pada daerah tropis mengandung gejala sampingan dengan sinar panas, solusi yang tepat untuk menanggulanginya adalah dengan pencahayaan alami yang terang tanpa silau dan tanpa sinar panas.

Gambar 10 tipe pencahayaan alami pada bangunan
Sumber gambar : irma ramadhania, 2013

Pada gambar diatas dan mengikuti bentuk bangunan villa ini, cahaya yang masuk melalui lubang cahaya dengan ukuran lubang cahaya berukuran 20cm x 20 cm. Jarak antara lubang ventilasi satu ke lubang ventilasi lainnya 40 cm. Pintu dan jendela yang terbuat dari kaca berfungsi untuk memasukkan sepenuhnya cahaya terhadap ruangan. Menurut teoritis sebelumnya bahwa pengaruh cahaya terhadap ruangan dengan penerangan alami maupun buatan dan pembayangan sangat mempengaruhi orientasi didalam ruang. Sebagai berikut analisis orientasi cahaya terhadap ruangan.



Keterangan:
Cahaya yang dihasilkan
 
     


 




Dari beberapa pembahasan yang berkaitan dengan arsitektur ekologi penulis membuat kesimpulan dari beberapa inti masalah yang terdapat dari tempat yang diteliti. Bahwa Talita Mountain Resort menerapkan arsitektur ekologi, dilihat dari material bangunan bahwa bahan bangunan yang bersifat dapat digunakan kembali merupakan sebuah respon terhadap lingkungan, contohnya antara lain tanah, tanah liat, lempung, tras, kapur, batu kali, batu alam, dsb. Sedangkan material yang dapat dibudidayakan kembali antara lain kayu, rotan, rumbia, alang-alang, serbut kelapa, ijuk, kulit kayu, kapas, kapuk, dan lain-lain. Kedua jenis penggolongan bahan bangunan tersebut merupakan bahan bangunan yang sudah sesuai dengan tuntutan ekologis. Dan Talita Mountain Resort sendiri sudah memakai bahan bangunan yang sesuai dengan tuntutan ekologis.

Sinar Matahari dan Orientasi Bangunan
Secara teoritis bangunan yang berorientasi menghadap ke arah timur sangat menguntungkan, hal ini berguna untuk pencahayaan matahari yang baik pada pagi hari yang menyinari bangunan, dan pada siang hari efek dari sinar matahari tidak menyilaukan bangunan karena bangunan yang terkena sinar matahari pada siang hari biasanya menyerap kalori lebih tinggi sehingga bagian dalam ruangan akan terasa panas dan tidak baik untuk kesehatan.

Gambar 11 Siteplan beserta Orientasi bangunan terhadap matahari
Sumber gambar : irma ramadhania, 2013

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa orientasi bangunan terhadap matahari diantaranya ke arah arah barat, timur, selatan dan utara. Pada arah barat, kalor yang menyoroti bangunan tersebut memiliki tingkat yang sangat tinggi pada siang hari sehingga bangunan tersebut akan menyimpan kalor, hal ini dapat diantisipasikan dengan adanya pepohonan tinggi sebagai penghalang silaunya matahari yang tinggi. Pada arah timur, kalor yang baik pada pagi hari sangat baik diserap oleh bangunan namun jika kalor yang memasuki bangunan tersebut berlebihan menimbulkan efek panas pada bangunan. Pada arah selatan, angin dan cahaya matahari yang memasuki bangunan dengan kadar yang tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan, hal ini membuat arah selatan merupakan orientasi arah bangunan yang sangat baik karena memiliki kemampuan yang paling baik dalam menahan panas. Sedangkan pada arah utara minimnya cahaya matahari yang masuk dan angin yang tinggi dapat melembabkan bangunan, pada bangunan yang menghadap utara sebaiknya dalam pemilihan material bangunan harus lebih diperhatikan kembali.

Angin dan Pengudaraan Ruangan
Secara teoritis, angin berbeda-beda menurut tingginya dari atas permukaan bumi dan menurut keadaan rata tidaknya permukaan bumi. Makin kasar permukaan bumi, makin tebal lapisan udara yang melekat dan kurang bergerak. Dengan begitu tofografi yang tidak rata, tumbuh-tumbuhan alam, atau gedung-gedung mengurangi kecepatan angin pada lapisan didekat permukaan bumi. Pemanfaatan pohon dan semak-semak merupakan cara alamiah untuk memberi perlindungan terhadap sinar matahari maupun untuk menyegarkan dan menyalurkan aliran udara, terutama pada bangunan yang rendah.
Ada beberapa aliran udara yang terjadi pada bangunan resort ini, diantaranya adalah udara yang mengalir alami mengitari ruangan tanpa bantuan Air Condotioner (AC).

 
Gambar 12 Angin berhembus mengelilingi bangunan dan bertekanan rendah pada sisi samping kiri dan kanan.
Sumber gambar : irma ramadhania, 2013

Arah angin yang melewati bangunan dimanfaatkan semaksimal mungkin agar sedikit tertahan didalam ruangan baru angin tersebut mengalir keluar. Prinsip ini yang biasa dipakai dalam istilah pertukaran udara silang. Angin yang berhembus didalam bangunan tidak langsung mengalir keluar akan tetapi tertahan sebentar didalam ruangan setelahnya baru mengalir keluar. Hal ini berakibat udara akan terus berganti secara terus menerus. Dan ini pula yang menjadi alasan mengapa di resort ini tidak menggunakan pengudaraan buatan.












SUMBER
Frick, Heinz. Dasar-dasar eko-arsitektur. Edisi ke-1. Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1998.
Dirjen Pariwisata , Pariwisata Tanah air Indonesia, hal. 13, November, 1988
A.S. Hornby, Oxford Leaner’s Dictionary of Current English, Oxford University Press, 1974
Nyoman S. Pendit. 1999. Ilmu Pariwisata. Jakarta : Akademi Pariwisata Trisakti
Hizbul Maulana. 2010. Hotel Resort di Kawasan Pantai Popoh Tulungagung
Ulfi Candra Rini. Kajian Fasade Hubungannya dengan Konsep Green building pada Hotel Resort. 2012
HARDJASOEMANTRI, Koesnadi. Hukum Tata Lingkungan, Cet. Ke-12, Edisi ke-6. Gadjah Mada University Press;Yogyakarta. 1996. 2
Alexander, Christopher. The Timeless Way of Building. New York 1979. Hlm. Ix
Beda, G. dan Szekeres, A. Thoughts on the cherry tree. Paper for the International Svedala Symposium on Ecological Design. Budapest 1992
Hardenberg, Joachim Graf von. Entwerfen natȕrlich klimatisierter Hȁuser fȕr heisse Klimazonen am Beispiel des Iran. Dȕsseldorf, 1980. Hlm. 8-9

Kiss, Miklos. Neue Erkenntnisse zum Thema Tageslichtnutzung. Di dalam : Majalah SI+A, No.50. Zȕrich 1996. Hlm.1127-1129

Malin, Lisa. Die schȍnen Krȁfte. Edisi ke-5. Frankfrut/M 1986. Halaman 83-85; serta: Neufert, Ernst. Architects’ data. Edisi ke-3. London 1975. Hlm.22

Tirtha, Paul. Bauen in feuchttropischen Lȁndern. Tesis. Mainz, 1977. Hlm.26

Reed, Robert H. Design for Natural Ventilation in Hot Humid Weather. Texas 1953

Frick, Heinz/Purwanto, LMF. Sistem bentuk struktur bangunan. Seri kontruksi arsitektur 1 (draft). Hlm.116; serta: Cofaigh, Eoin O. The climatic dwelling. London 1996. Hlm. 16

Lippsmeier, Georg. Op.cit. hlm.32, serta: Tirtha, Paul. Op.cit. hlm.42,44

Krusche, Per et al. Oekologisches Bauen. Op cit. hlm.20

Studer, Heinz. Baustoffkunde, Bauphysik, Bauchemie. TS Hochbau, Catatan kuliah WS 88/89. Basel 1998. Hlm.2
Albercht, Rainer/Rehberg, Siegfried. Der volkswirtschaftliche Nutzen okologisch orientierten Bauens und Wohnens. Dalam: Schwarz, Ulrich (ed.) Grunes Bauen – Ansatze einer Oko-Architektur. Reinbek bei Hamburg 1982. Hlm.76
Schwarz, Jutta. Gesund leben – gesund wohnen. Dalam: majalah SI+A no.46. Zȕrich 1988. Hlm. 1269
https://www.scribd.com/document/243459961/Penerapan-Arsitektur-Ekologi-Pada-Bangunan-Resort

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gedung Utama Kementerian PUPR salah satu Green Building di kota Jabodetabek.

Kritik Arsitektur

KLA 2019